Anjangsana Sosial

Selasa, 18 Mei 2021

Kartini Masa Kini Mendongeng Kepada Anak
Mei 18, 20210 Comments

Seperti yang kita ketahui, pada tanggal 21 April secara nasional kita bersukacita memperingati Hari Kartini. Hari kelahiran dari sosok wanita pemberani yang membuktikan bahwa perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki dan mampu menghilangkan adanya ketimpangan sosial antara perempuan dan laki-laki pada saat itu. Saat di mana perempuan tidak memiliki kebebasan dalam menentukan pilihan dalam kehidupannya dan selalu terkekang oleh adanya mindset bahwa laki-laki lebih baik dibandingkan perempuan. 


Kartini ingin menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya ‘konco wingking’, maksudnya perempuan bisa berperan lebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama di bidang pendidikan. Perempuan bisa menentukan pilihan hidupnya tanpa paksaan orang lain, terutama orang tua dan perempuan juga bisa menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Karena pendidikan dan perempuan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dihindari sehingga antara kedua aspek tersebut harus saling melengkapi.


Pendidikan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam memajukan calon penerus bangsa. Tanggung jawab ini bukan hanya dipikul oleh profesi seorang guru, pengajar ataupun pendidik namun semua lapisan masyarakat harus turut adil dalam mencerdaskan generasi selanjutnya.


Di era modern ini, sudah banyak kegiatan yang berorientasi pada kerelawanan atau volunteer. Salah satunya yaitu komunitas Rumah Dongeng Pelangi. Rumah Dongeng Pelangi adalah sebuah komunitas penggiat dongeng yang berdiri sejak tahun 2010, dipelopori oleh seorang perempuan hebat bernama Emmanuella Mila atau biasa dipanggil Mila. Rumah Dongeng Pelangi berlokasi di Taman Galaxi, Bekasi, Jawa Barat yang terdiri dari orang-orang dengan latar belakang profesi berbeda yang peduli dengan pendidikan anak melalui dongeng karakter. 


Emmanuelle Mila, pendiri Rumah Dongeng Pelangi


Mila melihat bahwa mendongeng bisa membuat anak lebih cepat berbicara dan memiliki hubungan yang dekat dengan orang tua. Kecintaannya terhadap dongeng dan kepeduliannya terhadap pendidikan anak kaum marginal, mendorong Mila untuk mendirikan Rumah Dongeng Pelangi. Dia ingin mendongeng dapat digunakan sebagai metode pendidikan anak dan membangun karakter anak. 


Perbedaan yang terlihat pada tumbuh kembang anak yang sering dibacakan dongeng dan anak yang jarang mendengar dongeng adalah anak yang sering mendengar dongeng akan memiliki kosakata dan bahasa yang jauh lebih beragam sehingga kemampuan komunikasi mereka jauh lebih baik. Pada saat mendongengkan anak, daya khayal anak menjadi lebih imajinatif dan kreatif apalagi pada saat masa keemasaan di usia 1000 hari pertama (Golden age).


Relawan dan anak kecil Rumah Dongeng Pelangi


Saat ini, Rumah Dongeng Pelangi masih aktif berkegiatan dengan total relawan mencapai 120-an. Meskipun kegiatan ini sedikit terkendala saat pandemi, namun tidak melunturkan semangat Mila dan teman-teman relawan di Rumah Dongeng Pelangi untuk terus berbagi dan melakukan kegiatan mendongeng secara virtual dengan aplikasi video conference seperti Zoom dan Google Meet ataupun Youtube.

Tak hanya dongeng saja, Mila dan para relawan Rumah Dongeng Pelangi melakukan pendampingan untuk Guru PAUD prasejahtera sejak 5 tahun lalu. Rumah Dongeng Pelangi mengajarkan guru-guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk bisa mendongeng berbagai ragam cerita mulai dari cerita rakyat, fabel, hingga tematik seperti kehidupan di sekitar kita. Kegiatan pendampingan inilah yang sering dijadikan sebagai program CSR dari para sponsor Rumah Dongeng Pelangi.


Dalam wawancara dengan fimela.com, Mila menyampaikan pesan untuk perempuan hebat lainnya di luar sana, “Perempuan Indonesia adalah perempuan yang luar biasa memiliki kehebatan baik yang berkarya di rumah, freelancer, bekerja di kantor atau apa pun dan menjadi berkat sebagai makhluk yang luar biasa. Perempuan juga adalah ibu dan pendoa yang baik untuk keluarga, partner, dan teman. Jadi selalu bersyukur.” tuturnya.


Sosok Mila menjadi salah satu contoh wanita hebat di era industri 4.0 yang mampu menyeimbangkan antara kehidupannya sebagai ibu rumah tangga dan meneruskan perjuangan RA Kartini dalam memajukan pendidikan anak di Indonesia. Perjuangan dan pengorbanannya patut kita apresiasi dan banggakan karena telah membuktikan bahwa perempuan bisa mengajak dan membawa perubahan pada lingkungan sekitarnya. Selain itu, Mila memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membantu mencerdasakan calon penerus generasi bangsa terlebih kepada anak-anak kaum marginal yang mungkin tidak memiliki kesempatan mengenyam pendidikan yang merupakan pondasi dasar dalam kehidupan.




Penulis : Afifah Az Zahra

Penyunting : Ananda Genta Pitaloka



Reading Time:

Kamis, 22 April 2021

Sepintas Realitas Belajar Tanpa Batas
April 22, 2021 2 Comments

Keterbatasan yang dihadapi saat pandemi menjadi sebuah motivasi untuk membuat dan menerapkan inovasi pembelajaran jarak jauh yang tidak mengenal batas ruang dan waktu, tanpa mengurangi nilai efektivitas. Lantas, bagaimana realita yang terjadi?


       Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia, khususnya Indonesia belum juga mereda. Banyak perubahan tatanan kehidupan terjadi. Salah satunya adalah aspek pendidikan, perubahan proses belajar mengajar tatap muka secara langsung menjadi daring atau biasa disebut dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), yang kini hampir diterapkan di seluruh instansi pendidikan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa wacana peralihan sementara aktivitas belajar mengajar secara luring menjadi daring hanya berlangsung selama dua minggu. Namun, siapa sangka peralihan sistem luring ke daring ini telah berjalan setahun lamanya? 

         Bukan suatu perkara yang mudah bagi para pengajar dan peserta didik yang belum terbiasa dalam penggunaan teknologi untuk terjun ke sistem belajar daring ini. Dibutuhkan waktu untuk bisa beradaptasi. Perkembangan teknologi informasi yang semakin canggih menjadi tantangan bagi pemerintah dalam penyesuaian kurikulum dan mekanisme pelaksanaan PJJ.


Berikut keuntungan pembelajaran jarak jauh bagi peserta didik :


Pertama, peserta didik dapat belajar di mana saja dan kapan saja. Pertemuan tatap muka secara daring dengan para pengajar dapat melalui platform video conference seperti Google Meet, Zoom, Microsoft Teams serta aplikasi chat seperti Whatsapp dan Line. Peserta didik melakukan pembelajaran di rumah sebagai bentuk menaati himbauan dari pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.

Kedua, keleluasaan dalam waktu pembelajaran membantu peserta didik untuk mengatur skala prioritas dalam kesehariannya. Gawai yang semula hanya fasilitas untuk hiburan, seperti bermain game atau sekadar scrolling sosial media, sekarang beralih fungsi menjadi lebih produktif, bermanfaat dan mencerdaskan. Peserta didik dituntut untuk belajar bertanggung jawab dan menempatkan pembelajaran jarak jauh sebagai prioritas utamanya. Oleh sebab itu, pembelajaran non akademik seperti belajar bertanggung jawab dan manajemen waktu, sama pentingnya dengan pembelajaran akademik. 


Selain keuntungan, berikut kekurangan pembelajaran jarak jauh bagi peserta didik :


Pertama, durasi jam belajar yang lebih singkat dibandingkan dengan aktivitas tatap muka secara luring. Permasalahan jaringan internet dan keterbatasan kuota internet merupakan salah satu pemicu pengurangan waktu belajar. Pertemuan yang singkat mengakibatkan para pengajar tidak leluasa untuk menjelaskan materi. Terlebih jika pelajaran tersebut berkaitan dengan perhitungan yang memerlukan praktek langsung, yang kurang optimal disampaikan secara daring. Bahkan seringkali terjadi pemberian tugas tanpa melakukan penjelasan terlebih dahulu. Hal tersebut secara tidak langsung mengharuskan peserta didik untuk mandiri dalam belajar. Tidak hanya mengandalkan penjelasan dan jawaban dari para pengajar yang berkaitan, tetapi mereka dapat menelusuri dan mempelajari lebih lanjut dari berbagai sumber terkait materi yang kurang dikuasai.

Kedua, distraksi menjadi salah satu rintangan besar bagi peserta didik untuk mempertahankan konsentrasinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa memandangi layar laptop dan gawai secara terus menerus membuat peserta didik jenuh dan bosan. Pada akhirnya, konsentrasi mereka buyar dan mencari aktivitas peralihan lain dibanding mengikuti pembelajaran. Acap kali terjadi, sekadar mengikuti google meet/zoom sebagai bentuk kehadiran, namun tidak memperhatikan. Lebih parahnya lagi, peserta didik tersebut tertidur, berkeliaran di rumah, bahkan bepergian keluar rumah.

Ketiga, berdasarkan survei KPAI, belajar di rumah selama pandemi membuat anak mengalami stres dan lelah. Peran pendampingan dari orang tua/wali sangat berpengaruh. Namun, tidak semua bisa mengawasi secara langsung saat jam belajar berlangsung, disebabkan oleh bentrok dengan jam kerja atau kesibukan lain. Tetapi, sebaiknya orang tua/wali tetap memberikan afeksi bagi anak-anaknya. Sesederhana bertanya di akhir hari, seperti menanyakan apa aja yang telah dipelajari, kesulitan apa yang sedang dihadapi, atau memberikan bantuan tuntunan belajar. Dengan demikian, perlunya suplai kasih sayang, dukungan dan perhatian yang cukup dari orang tua peserta didik untuk mendukung kelangsungan belajar tanpa batas yang efektif, seperti kegiatan belajar mengajar di sekolah sebelum pandemi melanda.



Anjangsana Sosial

Salam Ceria Dunia Pendidikan Indonesia





Dokumentasi : unsplash

Penulis : Azka Nurfaiza

Penyunting : Ananda Genta Pitaloka

Reading Time:

Rabu, 24 Februari 2021

Anjangsana Sosial road to Desa Mulyasari
Februari 24, 2021 2 Comments

 


Matahari tak pernah memilih siapa yang harus diberikan sinar. Mari kita coba teladani itu, pahamilah perbedaan dan hargai siapa pun dia.


Tak terasa, pandemi yang memilukan ini sudah berlangsung lebih dari satu tahun lamanya. Rasa awas, rindu, khawatir, dan bosan, berpadu menjadi satu. Tak sedikit dari kita yang harus merelakan waktu, perasaan, dan tenaga demi tetap berjuang dalam pandemi yang melanda bumi ini. 


Terpisah dari yang tersayang, kerabat, atau kenalan membuat kebutuhan sosial jadi sedikit terganggu kestabilannya. Namun, pandemi yang belum juga berakhir ini, tidak menyurutkan semangat Anjangsana Sosial untuk tetap menjalin dan merajut kembali tali silaturahmi kapanpun dan dimanapun, tentunya, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. 


Acara silaturahmi kali ini, Anjangsana Sosial kembali menyinggahi Desa Mulyasari di ketinggian 930 Mdpl. Penasaran dengan keseruan dan keramahan penduduk Desa Mulyasari, yuk simak cerita berikut.



Desa ini berada di wilayah Sukamulya, Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat. Desa Mulyasari sebenarnya masih mudah dijangkau dari perkotaan, namun masih jarang yang mengetahui keberadaannya karena terletak di sekitar persawahan dan bukit-bukit.


Berbekalkan semangat untuk melihat keramahan penduduk disana, kami memulai perjalanan dengan do'a dan tagline Anjangsana Sosial "Salam ceria dunia pendidikan Indonesia."  


Untuk mencapai lokasi desa Mulyasari, kami harus melewati rintangan yang cukup menegangkan hati, seperti bebatuan, jalan yang licin, dan jurang yang lumayan mengerikan. Namun, hal tersebut tidak mematahkan semangat kami untuk terus melangkah. Sepanjang perjalanan, banyak sekali hal yang dapat dipelajari dari alam dan penduduk sekitar.



Walaupun kami sempat beberapa kali mengalami kendala motor yang mogok dan jatuh di tengah jalan, kami tetap melanjutkan perjalanan sembari terus bersyukur dan menikmati indahnya pemandangan alam. 


Setelah bertarung dengan perasaan lapar, lelah, dan gundah, akhirnya kami sampai di Desa Mulyasari yang asri. Hiruk pikuk perkotaan, tidak lagi dapat kami dengar. Hanya terdengar suara gemerisik dedaunan dan sapaan serta salam dari para penduduk desa.


Kami bertemu dengan tokoh masyarakat yang dihormati di Desa Mulyasari, Abi panggilannya. Canda tawa, serta perbincangan hangat menambah semangat untuk bertemu dengan adik-adik di Pesantren Desa Mulyasari. 


Kami menyapa, bercanda tawa, dan berbagi apa yang bisa kami beri kepada sebagian masyarakat sekitar, khususnya adik-adik. Senyuman dan tawa bahagia mereka, membawa angin sejuk di tengah pandemi yang melanda dunia ini. Diatas sana, Desa Mulyasari, terdapat anak-anak harapan dan penerus bangsa yang tengah tumbuh dan berkembang. 



Sembari berkeliling, tak henti-hentinya kami bersyukur, bahwa meski pandemi melanda, setidaknya masih ada generasi bangsa yang tetap semangat menimba ilmu dengan saling membantu dan gotong-royong.


Tidak terasa waktu telah berlalu, kami terpaksa meninggalkan Desa Mulyasari dengan senyuman dan diiringi dengan do'a. Semoga Desa Mulyasari tetap terjaga keasriannya dan terus menghasilkan anak-anak yang dapat berguna dan berbakti dikemudian hari. 


Sampai disini, Anjangsana Sosial menarik langkahnya kembali untuk tetap dan terus, tanpa henti, memperjuangkan kesamarataan pendidikan di Indonesia. 


Anjangsana Sosial 

Salam Ceria Dunia Pendidikan Indonesia






Dokumentasi : Anisa Syifa Sauqi

Penulis : Anisa Syifa Sauqi

Penyunting : Ananda Genta Pitaloka

Reading Time:

@ansos_pnj